TUHAN MENJABATMU LEBIH CEPAT, ‘SELAMAT JALAN, KIAI!’


Malam hari (26/5) saya  mendapat kabar dari grup whatsapp Keluarga Mahasiswa Alumni Salafiyah Syafi’iyah Yogyakarta (KAMASSTA) dengan foto beliau terbaring didampingi keluarga beliau. Pesan di bawah foto meminta untuk teman-teman memanjatkan doa di kondisi kritis beliau. Saya tersentak, tidak ada angin dan hujan kabar ini datang begitu saja. Kenapa beliau? Batin mulai berkecamuk, pikiran nakal mencoba ditepis. Namun ‘tak sanggup, hanya doa lirih dari mulut lemah ini terhantar melalui langit berharap tuhan mendengar dan berempati. Pesan singkat itu datang tepat sebelum hari berganti, sebelum mata ini mulai meredup.

Beliau adalah K.H. Ahmad Muzammil, Pengasuh Pondok Pesantren Rohmatul Umam Kretek Bantul Yogyakarta dan Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur (Pondok Sukorejo). Saya junior beliau di pondok, meskipun tidak dalam ‘Era Nyantri’ yang sama, saya sangat bangga bisa bertemu beliau di Yogyakarta. Tepat hari ini (27/5) beliau memenuhi ‘jabat erat tangan’ tuhan pada pukul 02.30 WIB di PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Haru hati melanda hari ini, ‘tak kuasa emosi memaksa saya harus menulis ini dengan segera.

Saya teringat, kala itu sekitar 11 tahun yang lalu, ketika KAMASSTA tengah menjalankan program malam keakraban (Makrab) kami difasilitasi di pondok beliau. Sebuah pondok sederhana di wilayah selatan Yogyakarta, sebelum jembatan mengarah pantai Parangtritis. Masih lekat dalam ingatan saya. Saat itu saya belum mengetahui beliau sama sekali. Saya bertanya dalam hati, kenapa mampir ke tempat (pondok) ini? Ada nuansa yang familiar terasa disini. Saya berkeliling dan melihat-lihat, terpampang jelas dan mencolok ada foto sosok Pahlawan Nasional K.H. R. As’ad Syamsul Arifin, seorang guru panutan dan mediator berdirinya Nahdhatul Ulama di pendopo pondok. Barulah saya sadar bahwa sosok yang berkediaman disini adalah santri seperguruan. Ada bangga dalam benak saya berada di tempat ini, seperti berada di pondok dahulu. Auranya terasa tegas.

Pertemuan kami berikutnya terjadi secara terus-menerus di acara 17-an Mocopat Syafaat di Kasihan Bantul Yogyakarta. Beliau seperti tidak pernah absen berada dalam lingkungan Jamaah Maiyah. Beliau selalu menjadi ‘pentolan’ Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) ketika hendak mengeluarkan dalil-dalil naqli terkait kehidupan dan peribadatan. Apa yang beliau sampaikan selalu menggelitik pemikiran. Candaan beliau mencerdaskan dan terasa akrab sekali dengan keseharian. Keahlian ini jelas dilihat oleh Cak Nun, selain sebagai Santri Kiai As’ad Sukorejo beliau juga adalah Alumni Ma’had Aly Situbondo Generasi Pertama, maka dari itu kehadirannya selalu dinanti-nanti jamaah maiyah. Ma’had Aly Situbondo adalah salah satu asrama dan sekolah bagi ahli fiqih dan pemikiran islam di Pondok Sukorejo. Cak Nun dan Kiai Muzammil adalah pasangan serasi yang tidak bisa dipisahkan. Sebelumnya jamaah maiyah sudah kehilangan Syaikh Kamba dan Umbu Landu Parangi, kali ini Kiai Muzammil pun harus menyusul mereka meniggalkan kami jamaah maiyah.

Satu hal yang saya selalu ingat sampai saat ini ketika berada dalam kerumunan jamaah maiyah, Kiai Muzammil berkelakar, ‘Embrio Indonesia itu adalah orang-orang Madura lho,’ seketika jamaah tertawa sambil berpikir dengan membatin, ‘Kok bisa,’. Kiai Muzammil memang adalah orang madura yang bermukim di Yogyakarta sudah sejak lama. ‘Hayo kenapa?!’ beliau melanjutkan, ‘tahu semboyan Indonesia di bawah kaki garuda kita, Bhineka Tunggal Ika?!’ tanyanya membingungkan kami dan kami masih bertanya-tanya dalam hati. ‘Bhineka Tungga Ika itu sama dengan bahasa Madura yang mengatakan bhenika tunggal dika.’ Jawabnya membuat kami terbahak sejadi-jadinya. Saya yang pernah berada di daerah dengan bahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari paham bahwa arti dari ‘bhenika tunggal dika’ itu adalah ini adalah satu kesatuan kami. Cocok dan menarik. Saya masih ingat beliau menyampaikan dengan logat Madura yang kental meskipun sudah di Yogyakarta cukup lama. Saya rindu kelakar beliau.

Banyak orang bersaksi bahwa beliau adalah orang baik, saya adalah salah satunya yang berani bersaksi bahwa semasa hidup beliau adalah benar-benar orang baik dan memberi pencerahan terhadap pemikiran-pemikiran. Beliau adalah guru dan panutan beliau adalah nada dalam diskusi bersama jamaah maiyah. Beliau adalah salah satu penerang dari penerang-penerang yang masih ada. Beliau adalah bait-bait kata bijak yang berharga dan tersimpan dalam lubuk hati. “Semoga kita berkumpul dalam kebaikan tuhan nantinya, kiai.”

Ditulis dengan sadar dalam sebuah refleksi harian

Perjalanan Hidup yang Singkat menuju Kematian dan Pertemuan dengan Sang Pencipta

Musi Rawas, 27 Mei 2021

Komentar

  1. Ya Allah kang, terima kasih atas tulisannya yang menginspirasi kami, saya pribadi untuk terus berbuat baik

    BalasHapus

Posting Komentar

put ur comment here

Postingan Populer